Katekese Lima Menit
7 Sakramen Edisi 7
Sakramen Perkawinan
Dalam katekese edisi sebelumnnya, kita telah membahas dua sakramen yang termasuk kedalam bagian dari sakramen penyembuhan yakni sakramen tobat dan pengurapan orang sakit. Dalam katekese kali ini kita akan mebahas tentang sakramen panggilan dan perutusan. Sakramen panggilan dan perutusan adalah sakramen yang berkaitan dengan panggilan hidup manusia. Terdapat dua sakramen yang termasuk kedalam sakramen panggilan dan perutusan, 2 sakramen tersebut adalah sakramen Perkawinan dan sakramen Tahbisan. Katekese kali ini akan membahas bagian pertama dari sakramen panggilan yaitu sakramen perkawinan.
Sakramen Perkawinan atau Pernikahan perkawinan dalam Gereja Katolik adalah perjanjian atau foedus antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk kebersamaan hidup. Dalam perayaan sakramen ini, semua orang yang hadir pada upacara tersebut baik imam atau diakon serta umat awam yang hadir, menjadi saksi cinta yang diungkapkan oleh pasangan melalui janji pernikahan mereka. Sakramen perkawinan disebut sebagai sakramen panggilan karena melalui sakramen perkawinan, seseorang dapat memenuhi panggilan manusia untuk berkeluarga seperti yang diperintahkan Allah.
Sama seperti sakramen yang lainnya, dalam sakramen perkawinan juga terdapat forma dan materia yang harus ada sebagai sayarat suatu sakramen dianggap sah. Forma dalam sakramen perkawinan adalah perkataan janji setia yang diucapkan oleh pasangan yang disaksikan oleh Imam dan Umat. Materia dari sakramen perkawinan adalah kedua mempelai yang saling memberikan sakramen perkawinan yang kemudian akan diberkati oleh Uskup atau imam atau diakon.
perkawinan dalam Gereja Katolik memiliki dua ciri hakiki yaitu monogam dan indissolubel. Monogam berarti perkawinan hanya diberikan kepada satu laki-laki dengan satu perempuan, sedangkan indissolubile berarti, setelah terjadi perkawinan antara orang-orang yang dibaptis secara sah dan disempurnakan dengan persatuan, maka perkawinan menjadi tak terceraikan, kecuali oleh kematian. Sehingga pernikahan dalam Gereja Katolik tidak dapat diceraikan oleh manusia melainkan hanya bisa dipisahkan oleh Allah melalui kematian. Hal ini merujuk pada sabda yang disampaikan Yesus dalam Injil Matius bab 19 ayat 6 yang bunyinya demikian “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Dalam Gereja Katolik, sakramen perkawinan dilaksanakan dengan 3 tujuan utama yaitu demi kebaikan atau kesejahteraan suami dan istri, kelahiran anak dan pendidikan anak. Berarti, apakah trend pasangan saat ini yang memiliki niatan menikah tanpa ingin mempunyai atau yang disebut sebagai “Childfree” diperkenankan dalam Gereja Katolik? Hal itu jelas dilarang oleh Gereja, karena dengan demikian seseorang melanggar tujuan pernikahan yaitu demi kelahiran dan pendidikan anak.
Sumber :
Akitab Deuterokanonika
Kitab Hukum Kanonik
https://mhtsj.org/en/sacraments/14
https://www.katolisitas.org/unit/apakah-materi-dan-forma-sakramen-perkawinan/
https://www.kaj.or.id/dokumen/kursus-persiapan-perkawinan-2/hukum-gereja-mengenai-pernikahan-katolik